Selasa, 13 Desember 2011

Batik Pekalongan

 
Sejarah Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa.
Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah – daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura.
Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang. Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain.
Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.
Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah. Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik. ZAMAN telah berubah.
Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.
Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.
Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.
Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
Sumber : www.batikindonesia.com
  • Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan Kini
       BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.

       Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.

       Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.

       Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.

       Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.

       ZAMAN telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.

       Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.

       Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.

       Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.

Sumber : www.pesonabatik.site40.net/Sejarah_Batik.html

Sejarah Batik Pekalongan   
Siapa yang tidak kenal batik? sebagai warga negara Indonesia tentunya kita sangat kenal dan paham betul dengan salah satu warisan kekayaan budaya yang wajib kita jaga dan lestarikan keberadaannya, Berbagai kontroversi juga mengiringi keberadaan batik sebagai kekayaan budaya asli Indonesia, terutama dengan tetangga kita malaysia.

Sebagai warga asli pekalongan saya sempat sangat kecewa dengan tindakan tetangga kita tersebut, tapi agaknya memang nasi sudah menjadi bubur, karena mereka memeng sudah lebih dahulu mendaftarkan kreasi karya batiknya, yang mulai dikenal luas di mancanegara sebagai batik malaysia.mereka juga dapat membuktikan bahwa corak batik kreasi mereka memiliki orisinalitas tertentu yang beda dengan batik kita.

 puluhan tahun silam, sejumlah pebatik asal  Pekalongan diundang ke Malaysia untuk memeragakan kebolehannya dalam membuat batik. Dengan hati bersih dan kebanggaan untuk turut mengharumkan nama bangsa, mereka memenuhi undangan tersebut. Akan tetapi, orang Malaysia itu murid yang bukan hanya pintar tetapi juga licik.

Begitu memahami seluk-beluk pembuatan dan pengayaan corak khas batik pekalongan, mereka membuat pola-pola desain tersendiri dengan motif floral dan warna yang mirip sekali dengan batik pekalongan. Hasil  itulah yang kemudian didaftarkan sebagai Hak Kekayaan Intelektual mereka

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang pada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia pertama habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.


Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.


Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Memang tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan,menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800.menurut data yang tercatat di Dinas Perindustrian Dan Perdagangan, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil yang berupa kain/bahan baju .

Perkembangan Batik di Pekalongan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga keraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Dan seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. produksi batik berkembang dan tersebar disekitar daerah Pekalongan kota dan Kabupaten Pekalongan.

Sumber :





Jenis dan Ciri Batik pekalongan
Batik pekalongan memang mengalami dinamisasi yang cukup tinggi, akan tetapi hal ini tidak membuatnya kehilangan kekhasan. Ada ciri-ciri khusus dari batik Pekalongan, yakni gambaran motif serta pewarnaannya yang bersifat naturalis.
Salah satu genre batik yang pernah berkembang di Pekalongan adalah batik Encim. Batik ini dikembangkan oleh para pengusaha Cina, dan saat itu cukup digemari oleh orang-orang Belanda. Sementara, batik Pekalongan yang disukai konsumen pribumi, adalah batik yang mempunyai pola warna yang lebih semarak.
Batik Pekalongan memiliki corak serta komposisi warna yang lebih kaya. Motifnya kebanyakan bernuansa Pesisir. Misalnya, motif bunga laut dan bintang laut.
Didaerah Pekalongan dan sekitarnya – Pemalang -, kaliwungu, Batang – membatik boleh dikatakan mata pencaharian pokok bagi penduduknya.
Menurut gaya dan seleranya, serta dilihat dari segi ragam hiasnyamaupun tata warnanya, batik daerah Pekalongan dapat digolongkan dalam 3 golongan :
1.  Batik Encim, yang dikenal dengan tatawarna khas Cina, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya
2.  Kain batik Pekalongan yang bergaya dan berselerakan Belanda, antara lain batik dari juragan batik E. van Zuylen, Metz, Yans dan beberapa nama lagi. Namun yang sangat terkenal adalah batik Van Zuylen. Kebanyakan batik yang bergaya belanda ini umumnya merupakan kainsarung. Mungkin hal ini dikarenakan kain sarung lebih mudah pemakainnya bagi kaum pendatang. Dalam kelompok batik ini terlihat ragam hias buketan yang biasanya terdiri dari flora yang tumbuh dinegeri Belanda seperti bunga krisan, buah anggur, dan rangkaian bunga Eropa.
3.  Disamping batik yang bergaya Cina dan Belanda ini ada pula batik yang berselerakan pribumi. Batik bergaya pribumi ini umunya sangat cerah dan meriah dalam tata warnanya. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai 8 warna yang sangat berani, tetapi sangat menakjubkan serta secara keseluruhan sangat menarik. Ragam hiasnya sangat bebas, meskipun disini banyak terlihat ragam hias tradisional dari Solo-Yogya seperti ragam hias lar,parang,meru dan lain-lain yang telah mengalami sedikit perubahan dalam gayanya.
berbagai sumber :
See also Iklan Gratis
www.kiwod.com

Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk membuat batik-tulis diantaranya adalah: (1) wajan kecil terbuat dari logam atau tanah liat yang digunakan sebagai tempat untuk memanaskan malam (lilin) supaya cair; (2) anglo, untuk memanaskan malam dengan bara api dari arang; (3) tepas (kipas), untuk memperoleh angin agar bara api tetap menyala; (4) gawangan, untuk menempatkan atau membentangkan mori yang akan dibatik; (5) kowolan atau kuas bambu yang ujungnya diikat dengan kain tebal untuk mengalasi bidang yang luas; (6) taplak, untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena tetesan malam pada saat canting ditiup; (5) bandhul, untuk menahan kain agar tidak bergerak-gerak ketika dilukis; (6) uthik, untuk mengais arang; (7) canting dengan berbagai macam ukuran sebagai alat untuk mencurahkan malam cair ke dalam mori yang digambari; (10) ganden (palu kayu), untuk memukuli kain mori yang akan dibatik agar lemas dan memudahkan pembatik dalam proses pembuatannya; dan (11) malam atau lilin untuk menutup bagian-bagian tertentu dari kain yang tidak diwarnai.
Bahan dasar untuk membuat batik tulis di daerah Pekalongan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: bahan yang terbuat dari kapas dan bahan sutera. Bahan yang terbuat dari kapas atau biasa disebut mori/muslin dapat dikategorikan lagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) mori muslin yang digunakan untuk jenis batik halus atau batik tulis; (2) mori mentah yang digunakan untuk batik cap; dan (3) mori kasar yang hampir tidak pernah digunakan untuk membatik. Sedangkan bahan yang terbuat dari sutera juga dikategorikan lagi menjadi lima bagian, yaitu: (1) ciuk pik; (2) ciuk cit; (3) ciuk lak; (4) ciuk poa; dan (5) ciuk si.
Selain bahan dasar yang berupa kain, ada pula bahan-bahan yang digunakan sebagai pewarnanya yang dapat berupa zat kimia maupun pewarna alami seperti: nila Jawa, nila werdi (indigo kering yang dibuat oleh pabrik-pabrik Eropa), mengkudu atau Modinda Tintoia Roxb (untuk membuat warna kuning dan merah), jerek atau Fasciculata Zoll, soga (Peltophormn Ferrugineum Benth), tegerang (Cudrania Javanensis Trecul), kayu nangka, kunyit, temulawak, gondorukem, damar dan lain sebagainya.

Proses Pembuatan Batik Tulis Pekalongan
Tahap-tahap pembuatan batik-tulis di Pekalongan adalah sebagai berikut. Sebelum kain mori dibatik, biasanya dilemaskan. Caranya adalah dengan merendam mori dalam air selama satu malam, kemudian dicuci selama ¼ jam dan direbus dalam air kanji atau tajin (air rebusan beras yang kadang diberi campuran daun bambu dan sedikit gamping). Cara ini disebut sebagai nganji atau nyekuli.
Setelah dikanji, kain lalu dikemplong, yaitu digulung kemudian diletakkan di atas papan atau tempat yang datar dan dipukuli dengan ganden (palu kayu). Proses menganji dan mengemplong ini dilakukan agar cairan malam yang nantinya digoreskan diatas kain tidak terlalu meresap ke dalam serat tenunan. Dengan demikian malam dapat dengan mudah dihilangkan.
Sebagai catatan, apabila kain yang akan digunakan adalah kain sutera, maka proses pengemplongan, pengetelan, dan ngusun tidak ada. Kain hanya dicuci bersih dan dijemur kering, kemudian dikanji. Penganjian pada sutera harus lebih hati-hati dari pada mori, karena sutera bersifat prangpang atau jarang serat-seratnya. Apabila penganjian ini kurang baik, maka sulit untuk membatik diatasnya.
Setelah kain menjadi lemas, maka tahap berikutnya adalah ngengrengi dan nerusi, yaitu membuat pola pada mori dengan menggunakan malam. Setelah pola terbentuk, tahap selanjutnya adalah ngiseni, yakni menggambar di sebalik mori sesuai dengan pola. Kegiatan ini disebut nembusi. Setelah itu, nemboki atau mbiriki yaitu menutup bagian yang harus tetap putih. Tahap selanjutnya adalah medel atau nyelup untuk memberi warna putih supaya hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Proses medel dilakukan beberapa kali agar warna putih menjadi lebih pekat. Selanjutnya, ngerok yaitu menghilangkan lilin klowongan agar jika disoga bekasnya berwarna coklat. Alat yang digunakan untuk ngerok adalah cawuk yang terbuat dari potongan kaleng yang ditajamkan sisinya. Setelah dikerok, kemudian dilanjutkan dengan mbironi. Dalam proses ini bagian-bagian yang ingin tetap berwarna biru dan putih ditutup malam dengan menggunakan canting khusus agar ketika disoga tidak kemasukan warna coklat. Setelah itu, dilanjutkan dengan nyoga, yakni memberi warna coklat dengan ramuan kulit kayu soga, tingi, tegeran dan lain-lain. Untuk memperoleh warna coklat yang matang atau tua, kain dicelup dalam bak berisi ramuan soga, kemudian ditiriskan. Proses nyoga dilakukan berkali-kali dan kadang memakan waktu sampai beberapa hari. Namun, apabila menggunakan zat pewarna kimia, proses nyoga cukup dilakukan sehari saja. Proses selanjutnya yang merupakan tahap akhir adalah nglorot, yaitu membersihkan malam. Caranya, kain mori tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih yang telah diberi air kanji supaya malam tidak menempel kembali. Setelah malam luntur, kain mori yang telah dibatik tersebut kemudian dicuci dan diangin-anginkan supaya kering. Sebagai catatan, dalam pembuatan satu potong batik biasanya tidak hanya ditangani oleh satu orang saja, melainkan beberapa orang yang tugasnya berbeda.












Motif Ragam Hias Batik Pekalongan
Kekayaan alam Kabupaten Pekalongan sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun hasilnya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi, kain batik bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Motif-motif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor: (1) letak geografis; (2) kepercayaan dan adat istiadat; (3) keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna; dan (4) adanya kontak atau hubungan antardaerah penghasil batik; dan (5) sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan.
Beberapa nama ragam hias atau motif batik Pekalongan antara lain: (1) jlamprangan (motif geometris sejenis nitik yang dikembangkan oleh pembatik keturunan Arab); (2) semen (motf berbentuk tumbuhan atau satwa); (3) encim (motif batik yang tatawarnanya banyak dipengaruhi oleh warna-warna khas Cina seperti: porselin, famille rose, famile verte, dll); (4) Sam Pek Eng Tay (motif ini terdiri dari corak buketan dan tersusun dalam dua bagian yang berbeda baik ragam hias maupun warnanya); (5) encim cempaka mulya (batik ini mempunyai ragam hias parang sebagai latarnya dan bunga-bunga kecil yang mendominasi warna biru, merah dan kuning); (6) encim pagi sore (motif ini ragam hia buketannya mewarnai seluruh bidang yang pola bagian pinggirnya berbeda posisi); (7) motif-motif yang dipengaruhi oleh para pendatang Belanda seperti: (bunga krisan, buah anggur, kartu bridges, cupido, kompeni, dan Cinderella); dan (8) motif-motif batik semarangan, yaitu kembang cengah, grindilan, dan lain sebagainya.





Nilai Budaya
Batik-tulis yang diproduksi oleh para perajin di Pekalongan jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah batik tulis yang bagus. (Pepeng)
Sumber:
Lestariningsih, Amurwani Dwi. 2000. Mengenal Batik Pekalongan. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.













Gambar Batik Tulis pekalongan :



 







































                                                                                                          

Gambar batik Cap Pekalongan :








 

























 
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa.
Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah – daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura.
Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang. Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain.
Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.
Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah. Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik. ZAMAN telah berubah.
Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.
Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.
Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.
Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
Sumber : www.batikindonesia.com
  • Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan Kini
       BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.

       Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.

       Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.

       Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.

       Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.

       ZAMAN telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.

       Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.

       Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.

       Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.

Sumber : www.pesonabatik.site40.net/Sejarah_Batik.html

Sejarah Batik Pekalongan   
Siapa yang tidak kenal batik? sebagai warga negara Indonesia tentunya kita sangat kenal dan paham betul dengan salah satu warisan kekayaan budaya yang wajib kita jaga dan lestarikan keberadaannya, Berbagai kontroversi juga mengiringi keberadaan batik sebagai kekayaan budaya asli Indonesia, terutama dengan tetangga kita malaysia.

Sebagai warga asli pekalongan saya sempat sangat kecewa dengan tindakan tetangga kita tersebut, tapi agaknya memang nasi sudah menjadi bubur, karena mereka memeng sudah lebih dahulu mendaftarkan kreasi karya batiknya, yang mulai dikenal luas di mancanegara sebagai batik malaysia.mereka juga dapat membuktikan bahwa corak batik kreasi mereka memiliki orisinalitas tertentu yang beda dengan batik kita.

 puluhan tahun silam, sejumlah pebatik asal  Pekalongan diundang ke Malaysia untuk memeragakan kebolehannya dalam membuat batik. Dengan hati bersih dan kebanggaan untuk turut mengharumkan nama bangsa, mereka memenuhi undangan tersebut. Akan tetapi, orang Malaysia itu murid yang bukan hanya pintar tetapi juga licik.

Begitu memahami seluk-beluk pembuatan dan pengayaan corak khas batik pekalongan, mereka membuat pola-pola desain tersendiri dengan motif floral dan warna yang mirip sekali dengan batik pekalongan. Hasil  itulah yang kemudian didaftarkan sebagai Hak Kekayaan Intelektual mereka

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang pada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia pertama habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.


Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.


Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Memang tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan,menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800.menurut data yang tercatat di Dinas Perindustrian Dan Perdagangan, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil yang berupa kain/bahan baju .

Perkembangan Batik di Pekalongan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga keraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Dan seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. produksi batik berkembang dan tersebar disekitar daerah Pekalongan kota dan Kabupaten Pekalongan.

Sumber :





Jenis dan Ciri Batik pekalongan
Batik pekalongan memang mengalami dinamisasi yang cukup tinggi, akan tetapi hal ini tidak membuatnya kehilangan kekhasan. Ada ciri-ciri khusus dari batik Pekalongan, yakni gambaran motif serta pewarnaannya yang bersifat naturalis.
Salah satu genre batik yang pernah berkembang di Pekalongan adalah batik Encim. Batik ini dikembangkan oleh para pengusaha Cina, dan saat itu cukup digemari oleh orang-orang Belanda. Sementara, batik Pekalongan yang disukai konsumen pribumi, adalah batik yang mempunyai pola warna yang lebih semarak.
Batik Pekalongan memiliki corak serta komposisi warna yang lebih kaya. Motifnya kebanyakan bernuansa Pesisir. Misalnya, motif bunga laut dan bintang laut.
Didaerah Pekalongan dan sekitarnya – Pemalang -, kaliwungu, Batang – membatik boleh dikatakan mata pencaharian pokok bagi penduduknya.
Menurut gaya dan seleranya, serta dilihat dari segi ragam hiasnyamaupun tata warnanya, batik daerah Pekalongan dapat digolongkan dalam 3 golongan :
1.  Batik Encim, yang dikenal dengan tatawarna khas Cina, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya
2.  Kain batik Pekalongan yang bergaya dan berselerakan Belanda, antara lain batik dari juragan batik E. van Zuylen, Metz, Yans dan beberapa nama lagi. Namun yang sangat terkenal adalah batik Van Zuylen. Kebanyakan batik yang bergaya belanda ini umumnya merupakan kainsarung. Mungkin hal ini dikarenakan kain sarung lebih mudah pemakainnya bagi kaum pendatang. Dalam kelompok batik ini terlihat ragam hias buketan yang biasanya terdiri dari flora yang tumbuh dinegeri Belanda seperti bunga krisan, buah anggur, dan rangkaian bunga Eropa.
3.  Disamping batik yang bergaya Cina dan Belanda ini ada pula batik yang berselerakan pribumi. Batik bergaya pribumi ini umunya sangat cerah dan meriah dalam tata warnanya. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai 8 warna yang sangat berani, tetapi sangat menakjubkan serta secara keseluruhan sangat menarik. Ragam hiasnya sangat bebas, meskipun disini banyak terlihat ragam hias tradisional dari Solo-Yogya seperti ragam hias lar,parang,meru dan lain-lain yang telah mengalami sedikit perubahan dalam gayanya.
berbagai sumber :
See also Iklan Gratis
www.kiwod.com

Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk membuat batik-tulis diantaranya adalah: (1) wajan kecil terbuat dari logam atau tanah liat yang digunakan sebagai tempat untuk memanaskan malam (lilin) supaya cair; (2) anglo, untuk memanaskan malam dengan bara api dari arang; (3) tepas (kipas), untuk memperoleh angin agar bara api tetap menyala; (4) gawangan, untuk menempatkan atau membentangkan mori yang akan dibatik; (5) kowolan atau kuas bambu yang ujungnya diikat dengan kain tebal untuk mengalasi bidang yang luas; (6) taplak, untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena tetesan malam pada saat canting ditiup; (5) bandhul, untuk menahan kain agar tidak bergerak-gerak ketika dilukis; (6) uthik, untuk mengais arang; (7) canting dengan berbagai macam ukuran sebagai alat untuk mencurahkan malam cair ke dalam mori yang digambari; (10) ganden (palu kayu), untuk memukuli kain mori yang akan dibatik agar lemas dan memudahkan pembatik dalam proses pembuatannya; dan (11) malam atau lilin untuk menutup bagian-bagian tertentu dari kain yang tidak diwarnai.
Bahan dasar untuk membuat batik tulis di daerah Pekalongan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: bahan yang terbuat dari kapas dan bahan sutera. Bahan yang terbuat dari kapas atau biasa disebut mori/muslin dapat dikategorikan lagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) mori muslin yang digunakan untuk jenis batik halus atau batik tulis; (2) mori mentah yang digunakan untuk batik cap; dan (3) mori kasar yang hampir tidak pernah digunakan untuk membatik. Sedangkan bahan yang terbuat dari sutera juga dikategorikan lagi menjadi lima bagian, yaitu: (1) ciuk pik; (2) ciuk cit; (3) ciuk lak; (4) ciuk poa; dan (5) ciuk si.
Selain bahan dasar yang berupa kain, ada pula bahan-bahan yang digunakan sebagai pewarnanya yang dapat berupa zat kimia maupun pewarna alami seperti: nila Jawa, nila werdi (indigo kering yang dibuat oleh pabrik-pabrik Eropa), mengkudu atau Modinda Tintoia Roxb (untuk membuat warna kuning dan merah), jerek atau Fasciculata Zoll, soga (Peltophormn Ferrugineum Benth), tegerang (Cudrania Javanensis Trecul), kayu nangka, kunyit, temulawak, gondorukem, damar dan lain sebagainya.

Proses Pembuatan Batik Tulis Pekalongan
Tahap-tahap pembuatan batik-tulis di Pekalongan adalah sebagai berikut. Sebelum kain mori dibatik, biasanya dilemaskan. Caranya adalah dengan merendam mori dalam air selama satu malam, kemudian dicuci selama ¼ jam dan direbus dalam air kanji atau tajin (air rebusan beras yang kadang diberi campuran daun bambu dan sedikit gamping). Cara ini disebut sebagai nganji atau nyekuli.
Setelah dikanji, kain lalu dikemplong, yaitu digulung kemudian diletakkan di atas papan atau tempat yang datar dan dipukuli dengan ganden (palu kayu). Proses menganji dan mengemplong ini dilakukan agar cairan malam yang nantinya digoreskan diatas kain tidak terlalu meresap ke dalam serat tenunan. Dengan demikian malam dapat dengan mudah dihilangkan.
Sebagai catatan, apabila kain yang akan digunakan adalah kain sutera, maka proses pengemplongan, pengetelan, dan ngusun tidak ada. Kain hanya dicuci bersih dan dijemur kering, kemudian dikanji. Penganjian pada sutera harus lebih hati-hati dari pada mori, karena sutera bersifat prangpang atau jarang serat-seratnya. Apabila penganjian ini kurang baik, maka sulit untuk membatik diatasnya.
Setelah kain menjadi lemas, maka tahap berikutnya adalah ngengrengi dan nerusi, yaitu membuat pola pada mori dengan menggunakan malam. Setelah pola terbentuk, tahap selanjutnya adalah ngiseni, yakni menggambar di sebalik mori sesuai dengan pola. Kegiatan ini disebut nembusi. Setelah itu, nemboki atau mbiriki yaitu menutup bagian yang harus tetap putih. Tahap selanjutnya adalah medel atau nyelup untuk memberi warna putih supaya hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Proses medel dilakukan beberapa kali agar warna putih menjadi lebih pekat. Selanjutnya, ngerok yaitu menghilangkan lilin klowongan agar jika disoga bekasnya berwarna coklat. Alat yang digunakan untuk ngerok adalah cawuk yang terbuat dari potongan kaleng yang ditajamkan sisinya. Setelah dikerok, kemudian dilanjutkan dengan mbironi. Dalam proses ini bagian-bagian yang ingin tetap berwarna biru dan putih ditutup malam dengan menggunakan canting khusus agar ketika disoga tidak kemasukan warna coklat. Setelah itu, dilanjutkan dengan nyoga, yakni memberi warna coklat dengan ramuan kulit kayu soga, tingi, tegeran dan lain-lain. Untuk memperoleh warna coklat yang matang atau tua, kain dicelup dalam bak berisi ramuan soga, kemudian ditiriskan. Proses nyoga dilakukan berkali-kali dan kadang memakan waktu sampai beberapa hari. Namun, apabila menggunakan zat pewarna kimia, proses nyoga cukup dilakukan sehari saja. Proses selanjutnya yang merupakan tahap akhir adalah nglorot, yaitu membersihkan malam. Caranya, kain mori tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih yang telah diberi air kanji supaya malam tidak menempel kembali. Setelah malam luntur, kain mori yang telah dibatik tersebut kemudian dicuci dan diangin-anginkan supaya kering. Sebagai catatan, dalam pembuatan satu potong batik biasanya tidak hanya ditangani oleh satu orang saja, melainkan beberapa orang yang tugasnya berbeda.












Motif Ragam Hias Batik Pekalongan
Kekayaan alam Kabupaten Pekalongan sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun hasilnya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi, kain batik bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Motif-motif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor: (1) letak geografis; (2) kepercayaan dan adat istiadat; (3) keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna; dan (4) adanya kontak atau hubungan antardaerah penghasil batik; dan (5) sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan.
Beberapa nama ragam hias atau motif batik Pekalongan antara lain: (1) jlamprangan (motif geometris sejenis nitik yang dikembangkan oleh pembatik keturunan Arab); (2) semen (motf berbentuk tumbuhan atau satwa); (3) encim (motif batik yang tatawarnanya banyak dipengaruhi oleh warna-warna khas Cina seperti: porselin, famille rose, famile verte, dll); (4) Sam Pek Eng Tay (motif ini terdiri dari corak buketan dan tersusun dalam dua bagian yang berbeda baik ragam hias maupun warnanya); (5) encim cempaka mulya (batik ini mempunyai ragam hias parang sebagai latarnya dan bunga-bunga kecil yang mendominasi warna biru, merah dan kuning); (6) encim pagi sore (motif ini ragam hia buketannya mewarnai seluruh bidang yang pola bagian pinggirnya berbeda posisi); (7) motif-motif yang dipengaruhi oleh para pendatang Belanda seperti: (bunga krisan, buah anggur, kartu bridges, cupido, kompeni, dan Cinderella); dan (8) motif-motif batik semarangan, yaitu kembang cengah, grindilan, dan lain sebagainya.





Nilai Budaya
Batik-tulis yang diproduksi oleh para perajin di Pekalongan jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah batik tulis yang bagus. (Pepeng)
Sumber:
Lestariningsih, Amurwani Dwi. 2000. Mengenal Batik Pekalongan. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.













Gambar Batik Tulis pekalongan :

 







































                                                                                                          

Gambar batik Cap Pekalongan :

 

























1 komentar:

  1. Selamat pagi... Anda ingin membuat batik tulis, cap, sablon maupun print motif pada tekstil? Anda bisa memesannya di fitinline.com Fitinline.com adalah portal khusus untuk kreasi baju dan produk fashion lainnya.

    BalasHapus