Republik Rakyat Cina (
RRC;
Pinyin: Zhōnghuá Rénmín Gònghéguó;
Hanzi tradisional:
中華人民共和國;
Hanzi Sederhana:
中华人民共和国; juga disebut
Republik Rakyat Tiongkok/
RRT) adalah sebuah
negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh wilayah kebudayaan, sejarah, dan geografis yang dikenal sebagai
Cina/
Cina. Sejak didirikan pada
1949, RRC telah dipimpin oleh
Partai Komunis Cina (PKC). Sekalipun seringkali dilihat sebagai
negara komunis, kebanyakan ekonomi republik ini telah
diswastakan sejak tiga dasawarsa yang lalu. Walau bagaimanapun, pemerintah masih mengawasi ekonominya secara politik terutama dengan perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan sektor perbankan. Secara politik, ia masih tetap menjadi pemerintahan satu partai.
RRC adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan
populasi melebihi 1,3 miliar jiwa, yang mayoritas merupakan bersuku bangsa
Han. RRC juga adalah
negara terbesar di
Asia Timur, dan ketiga terluas di dunia, setelah
Rusia dan
Kanada. RRC berbatasan dengan 14 negara:
Afganistan,
Bhutan,
Myanmar,
India,
Kazakhstan,
Kirgizia,
Korea Utara,
Laos,
Mongolia,
Nepal,
Pakistan,
Rusia,
Tajikistan dan
Vietnam.
Dalam suatu pertikaian yang terus berlangsung, RRC menuntut hak memerintah atas
Taiwan dan pulau-pulau sekitarnya yang tidak pernah dilepaskan oleh
Republik Cina. Pemerintah RRC mendakwa bahwa Republik Cina merupakan suatu entitas yang tidak lagi wujud dan secara administratif meletakkan Taiwan sebagai provinsi ke-23 RRC. (Lihat
Cina dan
Status politik Taiwan untuk informasi lebih lanjut).
RRC mengklaim kedaulatan terhadap
Taiwan namun tidak memerintahnya (hal yang sama juga berlaku terhadap
Pescadores,
Quemoy, dan
Matsu).
Status politik Taiwan merupakan hal yang kontroversial; Taiwan diperintah
Republik Cina, yang kini berbasis di
Taipei. Republik Cina mengklaim kedaulatan terhadap seluruh Cina daratan dan begitu juga dengan RRC.
Cina Daratan merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kawasan di bawah pemerintahan RRC dan tidak termasuk kawasan administrasi khusus
Hong Kong dan
Macau. Pemerintah RRC melihat pemerintahannya di Cina sebagai
Tiongkok Baru (
新中国) saat membandingkan dirinya dengan Cina sebelum tahun
1949. RRC juga dijuluki sebagai "
Cina Merah" bagai kawasan yang sama, terutama oleh musuhnya di Barat, dengan merujuk kepada warna merah yang merupakan lambang
komunis.
Sejarah
Setelah
Perang Dunia II,
Perang Saudara Cina antara
Partai Komunis Cina dan
Kuomintang berakhir pada
1949 dengan pihak komunis menguasai
Cina Daratan dan Kuomintang menguasai
Taiwan dan beberapa pulau-pulau lepas pantai di
Fujian. Pada
1 Oktober 1949,
Mao Zedong memproklamasikan Republik Rakyat Cina dan mendirikan sebuah
negara komunis.
[1]
Para pendukung Era Maoisme, yang terdiri dari kebanyakan rakyat Cina miskin dan lebih tradisionil atau nasionalis dan pemerhati asing yang percaya kepada komunisme, mengatakan bahwa di bawah Mao, persatuan dan kedaulatan Cina dapat dipastikan untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir, dan terdapat perkembangan infrastruktur, industri, kesehatan, dan pendidikan, yang mereka percayai telah membantu meningkatkan standar hidup rakyat. Mereka juga yakin bahwa kampanye seperti
Lompatan Jauh ke Depan dan
Revolusi Kebudayaan penting dalam mempercepat perkembangan Cina dan menjernihkan kebudayaan mereka. Pihak pendukung juga ragu terhadap statistik dan kesaksian yang diberikan mengenai jumlah korban jiwa dan kerusakan lainnya yang disebabkan kampanye Mao.
Meskipun begitu, para kritikus rezim Mao, yang terdiri dari mayoritas analis asing dan para peninjau serta beberapa rakyat Cina, khususnya para anggota kelas menengah dan penduduk kota yang lebih terbuka pemikirannya, mengatakan bahwa pemerintahan Mao membebankan pengawasan yang ketat terhadap kehidupan sehari-hari rakyat, dan yakin bahwa kampanye seperti
Lompatan Jauh ke Depan dan
Revolusi Kebudayaan berperan atau mengakibatkan hilangnya jutaan jiwa, mendatangkan biaya ekonomi yang besar, dan merusak warisan budaya Cina.
Lompatan Jauh ke Depan, pada khusunya, mendahului periode
kelaparan yang besar di Cina yang, menurut
sumber-sumber Barat dan Timur yang dapat dipercaya, mengakibatkan kematian 45 juta orang
[2]; kebanyakan analis Barat dan Cina mengatakan ini disebabkan
Lompatan Jauh ke Depan namun Mao dan lainnya mengatakan ini disebabkan musibah alam; ada juga yang meragukan angka kematian tersebut, atau berkata bahwa lebih banyak orang mati karena kelaparan atau sebab politis lainnya pada masa pemerintahan
Chiang Kai Shek.
Setelah kegagalan ekonomi yang dramatis pada awal
1960-an, Mao mundur dari jabatannya sebagai ketua umum Cina. Kongres Rakyat Nasional melantik
Liu Shaoqi sebagai pengganti Mao. Mao tetap menjadi ketua partai namun dilepas dari tugas ekonomi sehari-hari yang dikontrol dengan lebih lunak oleh
Liu Shaoqi,
Deng Xiaoping dan lainnya yang memulai reformasi keuangan.
Pada 1966 Mao meluncurkan
Revolusi Kebudayaan, yang dilihat lawannya (termasuk analis Barat dan banyak remaja Cina kala itu) sebagai balasan terhadap rival-rivalnya dengan memobilisasi para remaja untuk mendukung pemikirannya dan menyingkirkan kepemimpinan yang lunak pada saat itu, namun oleh pendukungnya dipandang sebagai sebuah percobaan demokrasi langsung dan sebuah langkah asli dalam menghilangkan korupsi dan pengaruh buruk lainnya dari masyarakat Cina. Kekacauan pun timbul namun hal ini segera berkurang di bawah kepemimpinan
Zhou Enlai di mana para kekuatan moderat kembali memperoleh pengaruhnya. Setelah kematian Mao,
Deng Xiaoping berhasil memperoleh kekuasaan dan janda Mao,
Jiang Qing beserta rekan-rekannya,
Kelompok Empat, yang telah mengambil alih kekuasaan negara, ditangkap dan dibawa ke pengadilan.
Sejak saat itu, pihak pemerintah telah secara bertahap (dan telah banyak) melunakkan kontrol pemerintah terhadap kehidupan sehari-hari rakyatnya, dan telah memulai perpindahan ekonomi Cina menuju sistem berbasiskan pasar.
Para pendukung reformasi keuangan – biasanya rakyat kelas menengah dan pemerhati Barat berhaluan kiri-tengah dan kanan – menunjukkan bukti terjadinya perkembangan pesat pada ekonomi di sektor konsumen dan ekspor, terciptanya
kelas menengah (khususnya di kota pesisir di mana sebagian besar perkembangan industri dipusatkan) yang kini merupakan 15% dari populasi, standar hidup yang kian tinggi (diperlihatkan melalui peningkatan pesat pada GDP per kapita, belanja konsumen, perkiraan umur, persentase baca-tulis, dan jumlah produksi beras) dan hak dan kebebasan pribadi yang lebih luas untuk masyarakat biasa.
Para pengkritik reformasi ekonomi – biasanya masyarakat miskin di Cina dan pemerhati Barat berhaluan kiri, menunjukkan bukti bahwa proses reformasi telah menciptakan kesenjangan kekayaan, polusi lingkungan,
korupsi yang menjadi-jadi,
pengangguran yang meningkat akibat PHK di perusahaan negara yang tidak efisien, serta telah memperkenalkan pengaruh budaya yang kurang diterima. Akibatnya mereka percaya bahwa budaya Cina telah dikorupsi, rakyat miskin semakin miskin dan terpisah, dan stabilitas sosial negara semakin terancam.
Meskipun ada kelonggaran terhadap
kapitalisme, Partai Komunis Cina tetap berkuasa dan telah mempertahankan kebijakan yang mengekang terhadap kumpulan-kumpulan yang dianggap berbahaya, seperti
Falun Gong dan gerakan separatis di
Tibet. Pendukung kebijakan ini – biasanya penduduk pedesaan dan mayoritas kecil penduduk perkotaan, menyatakan bahwa kebijakan ini menjaga stabilitas dalam sebuah masyarakat yang terpecah oleh perbedaan kelas dan permusuhan, yang tidak mempunyai sejarah partisipasi publik, dan hukum yang terbatas. Para pengkritik – umumnya minoritas dari rakyat Cina, para rakyat pelarian Cina di luar negeri, penduduk Taiwan dan Hong Kong, etnis minoritas seperti bangsa Tibet dan pihak Barat, mengatakan bahwa kebijakan ini melanggar
hak asasi manusia yang dikenal komunitas internasional, dan mereka juga mengklaim hal tersebut mengakibatkan terciptanya sebuah
negara polisi, yang menimbulkan rasa takut.
Cina mengadopsi
konstitusi yang kini digunakan pada
4 Desember 1982.
Politik
Mao Zedong mendeklarasikan Republik Rakyat Cina pada tahun 1949
Menurut definisi resminya, RRC merupakan suatu
negara komunis karena ia memang merupakan negara komunis pada kebanyakan abad ke-20 yang lalu. Secara resmi ia masih dikenal sebagai negara komunis, meskipun sejumlah
ilmuwan politik kini tidak mendefinisikannya sebagai negara komunis. Tiada definisi yang tepat yang dapat diberikan kepada jenis pemerintahan yang diamalkan negara ini, karena
strukturnya tidak dikenal pasti. Salah satu sebab masalah ini ada adalah karena sejarahnya, Cina merupakan negara yang diperintah oleh para kaisar selama 2000 tahun dengan sebuah pemerintahan pusat yang kuat dengan pengaruh Kong Hu Cu. Setelah tahun 1911 pula, Cina diperintah secara
otokratis oleh KMT dan beberapa panglima perang dan setelah 1949 pula didobrak partai komunis Cina.
Rezim PRC sering dikatakan sebagai
otokratis,
komunis dan
sosialis. Ia juga dilihat sebagai
kerajaan komunis. Anggota komunis yang bersayap lebih ke kiri menjulukinya
negara kapitalis. Memang, negara Cina semakin lama semakin menuju ke arah sistem ekonomi bebas. Dalam suatu dokumen resmi yang dikeluarkan baru-baru ini, pemerintah menggariskan administrasi negara berdasarkan demokrasi, meskipun keadaan sebenarnya di sana tidak begitu.
Pemerintah RRC dikawal oleh
Partai Komunis Cina (CCP). Walaupun terdapat sedikit-banyak gerakan ke arah liberalisasi, seperti
pemilu yang sekarang diadakan di peringkat kampung dan sebagian badan perwakilan menampakkan sikap tegas mereka dari masa ke masa, partai ini terus memiliki kawalan terutama atas pemilihan jabatan-jabatan pemerintahan. Walaupun negara menggunakan cara otokratis untuk mengusir elemen-elemen penentangan terhadap pemerintahannya, ia pada masa yang sama juga mencoba mengurangi penentangan dengan memajukan ekonomi, membenarkan tunjuk perasaan pribadi, dan melayani para penentang yang dianggap tidak berbahaya terhadap pemerintah secara lebih adil.
Penyaringan terhadap
dakyah-dakyah politik juga rutin, dan RRC secara berang menghapuskan protes atau organisasi apapun yang dianggapnya berbahaya terhadap pemerintahannya, seperti yang terjadi di
Tiananmen pada tahun
1989. Akan tetapi, media republik rakyat ini semakin aktif menyiarkan masalah sosial dan menghebohkan gejala 'penyogokan' di peringkat bawahan pemerintahan. RRC juga begitu berhasil menghalangi gerakan informasi, dan ada masanya mereka terpaksa mengganti polisi mereka sebagai tindakan balas terhadap protes rakyat. Walaupun penentangan berstruktur terhadap CCP tidak dibenarkan sama sekali, demonstrasi rakyat semakin lama semakin kerap dan dibiarkan. Baru-baru ini, Hu Jintao yang ingin memopulerkan gambaran konservatif, meningkatkan pengawalan pemernitahan atas harian-harian, termasuk harian-harian luar termasuk New York Times. Namun tidak dinafikan ini kemungkinan juga bersumber dari sifat harian-harian Barat yang sering menyeleweng dalam memberi laporan yang sebenarnya dan bersifat angkuh dan biadab serta tidak faham sensitivitas negara Timur.
Popularitas PKC di kalangan rakyat sukar diukur, karena tiada pemilu di tingkat nasional, dan apabila orang Cina ditanya secara sendirinya pula, ada sebagian yang menyokong dan ada pula yang membangkang. Secara umum, banyak dari mereka yang suka akan peranan pemerintahan mengabadikan stabilitas, yang membolehkan ekonomi maju tanpa masalah apapun. Antara masalah-masalah politik yang utama di Cina adalah jurang sosial di antara kaya dan miskin dan gejala suap yang berlaku karena biokrasi pemerintahan.
Terdapat juga partai politik yang lain di RRC, walaupun mereka hanya sekadar sub-partai atau parti yang rapat dengan PKC. PKC mengadakan dialog dengan mereka melalui suatu badan perhubungan khusus, yang dinamai
Dewan Perhubungan Cadangan Rakyat Cina (CPPCC) yang dipertimbangkan RRC. Cara ini lebih disukai pemerintahan dibandingkan pemilu. Kendati begitu, partai ini secara totalnya tidak memberi kesan apapun terhadap polisi dan dasar-dasar kerajaan. Fungsi badan perhubungan khusus ini lebih kepada mata luaran CPP, walaupun terdapat pengawai badan ini di semua tingkat pemerintahan.
Isu Hak Asasi Manusia
Pemerintah RRC berpendapat bahwa hak asasi manusia sepatutnya mencakup kepuasan hidup dan kemajuan ekonomi. Dengan kata-kata berlainan, saat mengkaji dirinya, ia melihat kemajuan ekonomi dan kepuasan hidup rakyatnya sebagai meningkatkan situasi hak asasi manusianya, dan saat melihat situasi di negara-negara maju ia seringkali menotakan terdapat tingkat
kriminalitas dan kemiskinan yang tinggi di tempat-tempat yang dikatakan mempunyai penghormatan terhadap
hak asasi manusia yang tinggi. Praktek melihat
HAM seperti ini, diamalkan di kebanyakan negara timur yang lain.
Tetapi pemerintah Barat dan
organisasi non-pemerintahan (NGO) mereka mengatakan bahwa penahanan secara sewenang-wenang dan menafikan hak tahanan untuk berkomunikasi dengan pihak luar, di samping pengakuan yang dipaksa, penyiksaan, dan pencabulan hak tawanan disamping menyekat kebebasan pers, bersuara, berkumpul, agama, privasi, dan hak pekerja adalah melanggar definisi hak asasi manusia mereka. Mereka mendakwa semua masalah ini bersumber pada keengganan kerajaan RRC memberikan hak menentang dan ketidaksempurnaan sistem
kehakiman dalam melindungi hak asasi politik individu.
Isu Etnis
RRC mendakwa ia merupakan satu negara yang memiliki banyak bangsa dan suku dan memberikan hak
otonomi di
Daerah Administrasi Minoritas kapada etnik bangsa minoritasnya. Ia juga mengutuk secara resmi
chuvanis Han dan memberikan hak istimewa kepada suku-suku lain untuk memasuki institusi pendidikan tinggi disamping menjadi pegawai pemerintahan. Akan tetapi ia berhadapan dengan gerakan merdeka di provinsi Xizang (Tibet) dan provinsi Xinjiang. Gerakan-gerakan ini dan pemerhati luar mengkritik dasar-dasar etnisnya yang mengamalkan sistem memberikan uang menggalakan bangsa Cina Han berpindah ke kawasan-kawasan berkenaan sebagai chuvanis dan penjajahan dan menyekat gerakan merdeka apapun daripada berhasil. Bangsa Cina Han juga mengkritik dasar-dasar menberikan hak istimewa kepada etnik minoritas lain sebagai layanan kelas kedua terhadap mereka.
Hubungan luar negeri
Republik Rakyat Cina mempertahankan hubungan diplomatik dengan hampir seluruh negara di dunia, namun menetapkan syarat bahwa negara-negara yang ingin menjalin kerjasama diplomatik dengannya harus menyetujui klaim Cina terhadap
Taiwan dan memutuskan hubungan resmi dengan pemerintah
Republik Cina. Cina juga secara aktif menentang perjalanan ke luar negeri yang dilakukan pendukung
kemerdekaan Taiwan seperti
Lee Teng-hui dan
Chen Shui-bian serta
Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14.
Pada
1971, RRC menggantikan Republik Cina sebagai wakil untuk "Cina" di
PBB dan sebagai salah satu dari lima anggota tetap
Dewan Keamanan PBB.
Cina juga pernah menjadi anggota
Gerakan Non-Blok, dan kini tetap berperan sebagai anggota pengamat. Banyak dari kebijakan luar negerinya yang sekarang didasarkan pada konsep
kebangkitan Cina yang damai.
Hubungan Cina-Amerika telah dirusak beberapa kali dalam beberapa dekade terakhir. Titik-titik permasalahan termasuk pengeboman AS terhadap kedubes Cina di
Belgrado pada tahun 1998 yang menewaskan tiga wartawan Cina, sebuah insiden yang disebut Cina sebagai kesengajaan namun oleh AS dinyatakan sebagai suatu kesalahan; jatuhnya pesawat AS di Tiongkok pada tahun 2001, di mana Cina menahan 24 awak pesawat tersebut dan merebut informasi yang sensitif dari pesawat tersebut, serta
laporan Cox yang mengungkap aksi mata-mata Cina terhadap rahasia nuklir AS beberapa dekade sebelumnya.
Hubungan Cina-Jepang seringkali dibelenggu masalah keengganan Jepang untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf terhadap kekejamannya atas rakyat Cina dan negara Asia lain semasa
Perang Dunia II, terutama dalam
Pembantaian Nanjing. Sebagian badan bukan dari Barat dan pemerintah Barat mengkritik Cina kerana konon menafikan hak asasi manusia dan hubungan luar negerinya dengan pemerintah-pemerintah Barat terjejas oleh kejadian di
Tian'anmen pada tahun 1989. Hak asasi manusia seringkali diungkit oleh pemerintahan-pemerintahan ini. Meskipun begitu, dengan pembangunan ekonomi Cina yang mendadak, pemerintahan-pemerintahan ini mulai menutup sebelah mata karena mau mengadakan hubungan perdagangan dengan Cina, sejajar dengan sikap hipokrit mereka. Ini dilihat semasa pemerintahan
Bill Clinton di AS pada masa yang lalu, yang melihat isu hak asasi manusia tidak lagi ditekankan dalam perhubungan.
Pada bulan Mei tahun
1999, suatu pesawat perang
B-2 Stealth Bomber menjatuhkan tiga buah bom yang setiap masing-masing berbobot 900 kg atas kantor kedutaan besar Cina di kota
Beograd semasa pergolakan
Kosovo. Bom-bom ini membunuh tiga rakyat Cina yang bekerja di kedutaan terkait. Amerika Serikat yang enggan bertanggung jawab atas kejadian yang disifatinya sebagai 'bencana' itu mengatakan bahwa hal itu adalah kesalahan menggunakan peta lama yang memberi maklumat tidak betul tentang kedudukan bangunan itu sebagai pangkalan senjata pemerintahan Yugoslavia. Pemerintah RRC tidak puas dengan penjelasan ini dan mendakwa bahwa hal itu sengaja dilakukan. Pada bulan April tahun
2001 pula, kapal terbang pengintip milik Amerika bernama
EP-3E Aries II yang berada di atas pulau
Hainan di Cina bertemu dengan pesawat
jet Cina yang memperhatikan gerak-gerinya. Pesawat Cina terkait terhempas dan pemandunya terbunuh saat kapal pengintip AS terpaksa mengadakan pendaratan darurat di pulau Hainan. Cerita Amerika dan Cina mengenai kejadian ini berbeda sedikit kandungannya. Versi Amerika menyatakan bahwa pesawatnya berada di atas lautan internasional sedangkan RRC mendakwa ia berada di atas
Zona Ekonomi Eksklusifnya. Kedua belah pihak menyalahkan pihak lawan bertanggung jawab atas insiden ini. 24 anak kapal Amerika ditahan selama 12 hari sebelum dilepaskan dan kejadian ini memberi dampak pada hubungan diplomatik kedua negara. Amerika pula tidak sedikit pun meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya saat pemerintah RRC mengambil keputusan atas dasar kasihan melepaskan anak-anak kapalnya itu. Satu lagi perkara terkait dengan laporan
Cox, yang mendakwa pengitipan RRC telah mengkompromi rahasia-rahasia nuklir Amerika Serikat selama beberapa dekade.
Selain Taiwan, Cina terlibat dalam beberapa pertentangan wilayah lainnya:
- Aksai Chin, dikuasai Cina, diklaim oleh India
- Kepulauan Paracel, dikuasai Cina, diklaim oleh Vietnam dan Republik Cina
- Kepulauan Spratly, dipertentangkan antara Cina, Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam
- Kepulauan Diaoyu/Kepulauan Senkaku, dikuasai Jepang, diklaim oleh Cina dan Republik Cina
- Arunachal Pradesh/Tibet Selatan, dikuasai India, diklaim oleh Cina
Pada tahun 2004, negara
Rusia setuju untuk menyerahkan
Kepulauan Yinlong dan sebagian
Kepulauan Heixiazi kepada RRC, dan sekaligus menamatkan percekcokan perbatasan antara kedua negara itu. Kedua pulau ini terletak di antara persimpangan sungai
Amur dan sungai
Ussuri, dan sebelum itu diatur oleh Rusia dan dituntut oleh RRC. Perkara ini sepatutnya merapatkan dan mengeratkan persahabatan antara kedua negara, akan tetapi terdapat sedikit rasa tidak puas hati dari kedua belah pihak. Orang Rusia menyifati pemberian itu sebagai kelemahan pemerintahannya mempertahankan tanah yang dirampas semasa
Perang Dunia II. Petani
Cossack di
Khabarovsk juga tidak suka dengan kehilangan tanah olahan mereka sementara berita tentang perjanjian ini di
Cina Daratan disaring oleh pemerintah RRC. Sebagian komunitas Cina di
Republik Cina dan
orang Cina yang dapat mengatasi saringan ini mengkritik perjanjian ini dan menyifatinya sebagai pengakuan pemerintahan Rusia atas
Mongolia Luar yang diserahkan oleh
Dinasti Qing saat kalah perang di bawah
Perjanjian Tidak Sama Rata termasuk
Perjanjian Aigun pada tahun
1858 dan
Konvensi Peking pada tahun
1860 masa terdahulu sebagai pengganti penggunaan ekslusif minyak mentah Rusia. Perjanjian ini telah disahkan oleh
Kongres Nasional Rakyat Cina dan
Duma Negara Rusia tetapi tidak terlaksana hingga kini.
Di luar pendapat resmi negara RRC, menjadi populer untuk sejumlah nasionalis yang ekstrim untuk menuntut
Mongolia,
Tuva,
Manchuria Luar,
Kepulauan Rukyu,
Bhutan,
Lembah Hukawng di utara
Myanmar dan kawasan timur laut
Danau Balkhash di
Asia Tengah.
Lihat pula:
Status politik Taiwan
Militer
Cina mempunyai pasukan tentara terbesar di dunia, meski ada kepercayaan umum baik di dalam kalangan Pasukan Pembebasan Rakyat (
People's Liberation Army, PLA) maupun pengamat luar bahwa jumlah bukanlah ukuran kekuatan militer yang baik. PLA terdiri dari
angkatan laut Cina dan
angkatan udara. Fakta itu membuat membuatkan kebanyakan
organisasi hak asasi manusia Barat merasa geram dan sangsi dengan kata-kata Cina yang menginginkan keamanan, sekalipun telah disetujui di dalam dan di luar Republik bahwa kemampuan tentara RRC melaksanakan operasi ketenteraan di luar kawasan jajahannya terbatas dan jumlah anggota tidak begitu berguna untuk menentukan kekuatan tentaranya. Tentara republik termasuk
angkatan laut dan
angkatan udara. Memperkirakan dana militer Cina akan menghasilkan berbagai angka-angka yang berbeda berdasarkan apa yang dianggap militer, bagaimana mengartikan informasi terbatas yang tersedia, dan bagaimana seseorang menghadapi faktor-faktor nilai tukar mata uang. Perkiraan-perkiraan yang ada memberikan nilai US$9 miliar sebagai yang terendah dan US$60 miliar sebagai yang tertinggi (dari segi
purchasing power parity) pada tahun 2003; jumlah US$60 miliar tersebut membuat Cina sebagai negara kedua terbesar setelah Amerika Serikat yang mempunyai dana anggaran US$400 miliar. Pembelanjaan militer republik ini pada tahun
2005 adalah AS$ 30 miliar, tetapi ini tidak termasuk uang yang digunakan untuk pembelian senjata luar, kajian dan pembangunan ketentaraan, ataupun paramiliter (Polisi RRC), dan kritikus menjulukinya sebagai percobaan yang sengaja dilakukan untuk menipu dunia. Baru-baru ini satu kajian
RAND di halaman situs
ini memperkirakan bahwa perbelanjaan militer republik yang sebenarnya adalah 1,4-1,7 kali lipat lebih besar daripada pengeluaran resminya. Akan tetapi , tentara Amerika juga mencoba menipu dengan pengeluarannya dengan sengaja mengeluarkan perbelanjaannya di Afghanistan dan Irak daripada belanja Kantor Pertahanan resminya. Lihat
[1]
Cina, meski mempunyai sistem
senjata nuklir dan pengiriman yang maju, secara luas dipandang, di dalam negeri maupun di luar, hanya mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengerahkan kekuatan militernya ke luar Cina dan tidak dianggap sebagai sebuah
adidaya meski sering dianggap sebagai kekuatan regional yang besar karena kebayakan peralatan
senjata yang digunakan oleh Republik Rakyat Cina masih kuno dan perlu dimodernkan dari segi standar Amerika Serikat. Akan tetapi ia masih dilihat sebagai kuasa setingkat
adidaya regional. Angkatan udaranya masih memerlukan pesawat perang pengangkut dan kebanyakan pesawat perangnya sudah ketinggalan zaman.
Penganggaran menujukan bahwa perbelanjaannya yang berjumlah AS$56 miliar merupakan yang ketiga terbesar setelah Amerika Serikat (lebih dari AS$ 400 miliar untuk tahun anggaran 2005-2006) dan Rusia.
Lihat juga: Anggaran militer Cina.
Tentara RRC kini berusaha bersungguh-sungguh menguatkan dirinya sebagai persiapan kemungkinan berperang dengan Amerika Serikat oleh sebab
Taiwan. RRC secara aktif membeli senjata petarung canggih seperti
Su-27 dan
Su-30. Ia juga menghasilkan petarungnya sendiri. Rancangan khusus untuk menaikkan angkatan tentara lautnya diambil setelah ia sendiri menyaksikan kehebatan AU Amerika di Irak. Pertahanan udara bersumber peralatan ultramodern S-300 Surface yang dikatakan merupakan sistem terbagus menahan dan menghalang peluru kendali udara di dunia. RRC juga menambah angkatan daratnya dengan memodernkan peralatan elektronik mereka dan memperbagus kebolehkan untuk mengenai sasaran secara tepat. Tentara republik dan cabang ketentaraan yang lain adalah suatu ancaman besar kepada dominasi Amerika atas dunia pada masa kini, terutama di kawasan-kawasan Asia Timur seperti Selat Taiwan, di mana tanah besar Cina menempatkan dan mengumpulkan tentaranya, dan juga secara langsung mengarahkan senjata peluru kendalinya ke arah Taiwan.
[2]
Gambaran tentara republik tercoreng telak dengan tindakannya memadamkan demonstrasi pelajar di
Tian'anmen pada tahun 1989.
Pembagian politik
Republik Rakyat Cina mempunyai kontrol administratif terhadap 22 provinsi (
省); pemerintah RRC menganggap
Taiwan (
台湾) sebagai provinsi ke 23. (Lihat
Status politik Taiwan untuk keterangan lebih lanjut.) Pihak pemerintah juga mengklaim
Kepulauan Laut Cina Selatan yang kini masih diperebutkan. Selain dari provinsi-provinsi tersebut, terdapat juga 5 daerah otonomi (
自治区) yang berisi banyak etnis minoritas; 4 munisipaliti (
直辖市) untuk kota-kota terbesar Cina dan 2
Daerah Administratif Khusus (SAR) (
特别行政区) yang diperintah RRC.
Berikut adalah daftar wilayah pembagian administratif yang di bawah kontrol RRC.
Provinsi
Daerah otonomi
Kotamadya
Daerah Administratif Khusus
Dituntut oleh RRC, tetapi diperintah oleh Republik Cina
Dituntut Republik Cina, tetapi dilepaskan RRC
Struktur pemerintahan
|
|
|
|
|
| Gǔo (Negara) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| Wilayah Otonom |
| Shěng (Provinsi) |
| Munisipalitas |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| Shì (Kabupaten/Kota) |
| Shì (Kabupaten/Kota) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| Distrik |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| Xiāng (Kelurahan/Desa) |
| Xiāng (Kelurahan/Desa) |
| Xiāng (Kelurahan/Desa) |
|
| Komite Tetangga
(Rukun Tetangga/RT) |
|
|
|